Pembangunan
Nasional merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi seluruh kehidupan
masyarakat bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas sebagaimana yang
di amanatkan dalam Undang-Undang dasar 1945, yaitu “melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia memajukan kesejahtraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, serta melaksanakan ketertiban dinia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial Negara”.
Pembangunan
nasional dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah,
bertahap dan berlanjut untuk memicu peningkatan kemampuan nasional dalam
rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa
lain yang maju.
Berbagai macam
prospek pembangunan telah dilakukan dari Orde Lama, Orde Baru hingga
masa Reforasi untuk terus mendorong kesejahtraan dan kemajuan bangsa kea
rah yang lebih baik, dalam hal ini pembangunan nasional juga harus
dimulai dari,oleh, dan untuk rakyat, dilaksanakan diberbagai aspek
kehidupan bangsa yang meliputi politik, ekonomi, sosial budaya dan aspek
pertahanan keamanan.
Pembangunan
nasional pada dasarnya sangat membutuhkan kesinergian antara masyarakat
dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama dalam pembangunan dan
pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing, serta menciptakan
suasana yang menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan pemerintah
harus saling menunjang, saling mengisi, saling melengkapi dalam
memajukan masyarakat dan nasional pada umumnya.
Sejarah Perencanaan Pembangunan Indonesia
1. Orde Lama
Pada era Orde
Lama, masa pemerintahan presiden Soekarno antara tahun 1959-1967,
pembangunan dicanangkan oleh MPR Sementara (MPRS) yang menetapkan
sedikitnya tiga ketetapan yang menjadi dasar perencanaan nasional.
Sekitar tahun 1960
sampai 1965 proses sistem perencanaan pembangunan mulai
tersndat-sendat dengan kondisi politik yang masih sangat labil telah
menyebabkan tidak cukupnya perhatian diberikan pada upaya pembangunan
untuk memperbaiki kesejahtraan rakyat.
Pada masa ini
perekonomian Indonesia berada pada titik yang paling suram. Persediaan
beras menipis sementara pemerintah tidak memiliki kemampuan untuk
mengimpor beras serta memenuhi kebutuhan pokok lainnya. Harga barang
membubung tinggi, yang tercermin dari laju inflasi yang samapai 650
persen ditahun 1966. keadaan plitik tidak menentu dan terus menerus
bergejolak sehingga proses pembangunan Indonesia kembali terabaikan
sampai akhirnya muncul gerakan pemberontak G-30-S/PKI, dan berakir
dengan tumbangnya kekuasaan presiden Soekarno.
2. Orde Baru
Peristiwa yang
lazim disebut Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI)
menandai pergantian orde dari Orde Lama ke Orde Baru. Pada tanggal 1
Maret 1966 Presiden Soekarno dituntut untuk menandatangani sebuah surat
yang memerintahkan pada Jenderal Soeharto untuk mengambil segala
tindakan yang perlu untuk keselamatan negara dan melindungi Soekarno
sebagai Presiden. Surat yang kemudian dikenal dengan sebutan Surat
Perintah Sebelas Maret (Supersemar) itu diartikan sebagai media
pemberian wewenang kepada Soeharto secara penuh.
Pada masa Orde
Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas nasional dalam program
politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional terlebih dahulu
diawali dengan apa yang disebut dengan konsensus nasional.
Pada era Orde Baru
ini, pemerintahan Soeharto menegaskan bahwa kerdaulatan dalam politik,
berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam bidang sosial
budaya. Tekad ini tidak akan bisa terwujud tanpa melakukan upaya-upaya
restrukturisasi di bidang politik (menegakkan kedaulatan rakyat,
menghapus feodalisme, menjaga keutuhan teritorial Indonesia serta
melaksanakan politik bebas aktif), restrukturisasi di bidang ekonomi
(menghilangkan ketimpangan ekonomi peninggalan sistem ekonomi kolonial,
menghindarkan neokapitalisme dan neokolonialisme dalam wujudnya yang
canggih, menegakkan sistem ekonomi berdikari tanpa mengingkari
interdependensi global) dan restrukturisasi sosial budaya (nation and
character building, berdasar Bhinneka Tunggal Ika dan Pancasila serta
menghapuskan budaya inlander).
Pada masa ini juga
proses pembangunan nasional terus digarap untuk dapat meningkatkan
kapasitas masyarakat dan menciptakan lapangan kerja. Pendapatan
perkapita juga meningkata dibandingkan dengan masa orde lama.
Kebijakan Ekonomi Dalam Pembangunan
1. Orde Lama
Masa pemerintahan
Soekarno kebijakan ekonomi pembangunan masih sangat labil, yang didera
oleh berbagai persoalan antaranya pergejolakankan politik yang belum
kondusif dan juga system pemerintahan yang belum baik, sehingga
berdampak pada proses pengambilan kebijakan.
Masa Pasca Kemerdekaan (1945-1950)
- Keadaan ekonomi keuangan pada masa awal kemerdekaan amat buruk, antara lain disebabkan oleh :
Ø Inflasi
yang sangat tinggi, disebabkan karena beredarnya lebih dari satu mata
uang secara tidak terkendali. Pada waktu itu, untuk sementara waktu
pemerintah RI menyatakan tiga mata uang yang berlaku di wilayah RI,
yaitu mata uang De Javasche Bank, mata uang pemerintah Hindia Belanda,
dan mata uang pendudukan Jepang.
Ø Adanya blokade ekonomi oleh Belanda sejak bulan November 1945 untuk menutup pintu perdagangan luar negeri RI.
Ø Kas negara kosong.
Ø Eksploitasi besar-besaran di masa penjajahan.
- Usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan ekonomi, antara lain :
Ø Program
Pinjaman Nasional dilaksanakan oleh menteri keuangan Ir. Surachman
dengan persetujuan BP-KNIP, dilakukan pada bulan Juli 1946.
Ø Upaya
menembus blokade dengan diplomasi beras ke India, mangadakan kontak
dengan perusahaan swasta Amerika, dan menembus blokade Belanda di
Sumatera dengan tujuan ke Singapura dan Malaysia.
Ø Pembentukan Planning Board (Badan Perancang Ekonomi) 19 Januari 1947.
2. Orde Baru
Pada masa Orde
Baru, pemerintah menjalankan kebijakan yang tidak mengalami perubahan
terlalu signifikan selama 32 tahun. Dikarenakan pada masa itu pemerintah
sukses menghadirkan suatu stablilitas politik sehingga mendukung
terjadinya stabilitas ekonomi. Karena hal itulah maka pemerintah jarang
sekali melakukan perubahan-perubahan kebijakan terutama dalam hal
anggaran negara.
Pada masa
pemerintahan Orde Baru, kebijakan ekonominya berorientasi kepada
pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ekonomi tersebut didukung oleh kestabilan
politik yang dijalankan oleh pemerintah. Hal tersebut dituangkan ke
dalam jargon kebijakan ekonomi yang disebut dengan Trilogi Pembangungan,
yaitu stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi yang stabil, dan
pemerataan pembangunan.
Hal ini berhasil
karena selama lebih dari 30 tahun, pemerintahan mengalami stabilitas
politik sehingga menunjang stabilitas ekonomi. Kebijakan-kebijakan
ekonomi pada masa itu dituangkan pada Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (RAPBN), yang pada akhirnya selalu disetujui oleh Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) untuk disahkan menjadi APBN.
APBN pada masa
pemerintahan Orde Baru, disusun berdasarkan asumsi-asumsi perhitungan
dasar. Yaitu laju pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, harga ekspor
minyak mentah Indonesia, serta nilai tukar rupiah terhadap dollar
Amerika. Asumsi-asumsi dasar tersebut dijadikan sebagai ukuran
fundamental ekonomi nasional. Padahal sesungguhnya, fundamental ekonomi
nasional tidak didasarkan pada perhitungan hal-hal makro. Akan tetapi,
lebih kearah yang bersifat mikro-ekonomi. Misalnya, masalah-masalah
dalam dunia usaha, tingkat resiko yang tinggi, hingga penerapan dunia
swasta dan BUMN yang baik dan bersih. Oleh karena itu pemerintah selalu
dihadapkan pada kritikan yang menyatakan bahwa penetapan asumsi APBN
tersebut tidaklah realistis sesuai keadaan yang terjadi.
Format APBN pada
masa Orde Baru dibedakan dalam penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan
terdiri dari penerimaan rutin dan penerimaan pembangunan serta
pengeluaran terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Sirkulasi anggaran dimulai pada 1 April dan berakhir pada 31 Maret tahun
berikutnya. Kebijakan yang disebut tahun fiskal ini diterapkan seseuai
dengan masa panen petani, sehingga menimbulkan kesan bahwa kebijakan
ekonomi nasional memperhatikan petani.
APBN pada masa itu
diberlakukan atas dasar kebijakan prinsip berimbang, yaitu anggaran
penerimaan yang disesuaikan dengan anggaran pengeluaran sehingga
terdapat jumlah yang sama antara penerimaan dan pengeluaran. Hal
perimbangan tersebut sebetulnya sangat tidak mungkin, karena pada masa
itu pinjaman luar negeri selalu mengalir. Pinjaman-pinjaman luar negeri
inilah yang digunakan pemerintah untuk menutup anggaran yang defisit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar